OLeh: Emine S. (Diterjemahkan oleh: Emak Annisa)
Sudah lewat tengah malam tetapi Fatma belum juga pulang. Gul ibunya mulai gelisah, akan tetapi ia tidak mau mengatakan apa-apa kepada Imam Yakup. Dia tidak mau suaminya menjadi lebih cemas lagi.
Di pagi hari Imam Yakup berteriak terbangun ketika bermimpi buruk. Dia mengucapkan bermacam-macam do'a dan kemudian mulai tenang. Ia tidak mempunyai pilihan lagi.
Ia ingin membangunkan putrinya dan menanyakan langsung kepadanya tentang persoalan ini. Ia akan mengatakan kepada putrinya, "Anakku sayang, apa yang sebenarnya kamu lakukan di siang hari, sehingga aku melihatmu di mimpiku berada di dalam jurang kegelapan. Katakan padaku sejujurnya. Katakan padaku apa yang ada di hatimu. Kita dapat bersama mencari jalan keluarnya. Saya sudah terlambat tapi saya akan melakukan yang terbaik."
Ia berjalan menuju kamar putrinya. Ia ketuk pintu kamar, tetapi tidak mendapat reaksi dari dalam. Ia ketuk kembali agak lebih keras. Kemudian lebih keras lagi, dan lebih keras lagi. Hingga pintu hampir rubuh, akan tetapi dia tetap tidak mendapat jawaban. Gul terkejut bangun disebabkan ribut-ribut tersebut. Ketika ia menghampiri suaminya, baru dia mengerti apa yang sedang terjadi.
"Jangan memaksakan, Fatma sejak tadi malam tidak pulang."
Imam Yakup tidak percaya dengan pendengarannya.
"Apa kamu bilang?"
"Anak gadismu tidak pulang," kata Gul pelan.
"Kenapa kamu tidak bilang sebelumnya?"
"Apa perlunya? Kamu akan berbaring sepanjang malam terjaga menerawang. Di siang hari kamu akan berjalan bagaikan hantu. Sekarang kamu hanya sedikit bisa tidur. Aku merasa kasihan kepadamu. Anak gadismu membuatmu hancur."
"Saya maafkan kamu karena kamu mendukungnya. Sebenarnya itu suatu kesalahan yang tidak bisa dimaafkan."
Imam Yakup hatinya terluka lagi. Ia berjalan mondar mandir di ruangan.
"Putriku sayang, dia tidak ada lagi. Kesempatan untuk dia kembali lagi menjadi lebih kecil. Saya akan pergi besok ke tempat dia kerja. Kamu tahu kan di mana ia bekerja?"
Mereka tidak sabar menunggu sampai jam delapan pagi. Imam Yakup sudah tidak tahan lagi. Istrinya terus menerus menangis. Mereka menuju ke jalan kecil. Gul menemukan tempat di mana dia tujuh bulan yang lalu untuk yang terakhir kali mengunjunginya.
"Ini dia, di lantai pertama."
"Ya Allah, kenapa saya tidak pernah mencari tahu di mana anaku bekerja. Mereka tidak menerima kunjungan. Tidak mungkin! Tidak mungkin!
Mereka memencet bel. Pintu kemudian dibuka oleh seorang perempuan yang berpakaian jarang.
"Katakanlah apa keperluan Anda"
Imam Yakup bertanya agak sedikit bingung tentang putrinya. Perempuan itu tidak dapat mengingat Fatma lagi.
"Di sini tidak ada orang yang bernama Fatma."
"Bagaimana mungkin? Saya sendiri yang bawa dia ke sini", kata Gul.
"Saya tidak ingat Anda. Silahkan masuk ke dalam dan Anda bisa lihat sendiri."
Imam Yakup dan Gül masuk ke dalam dan mencari putrinya. Dia tidak ada di situ. Mereka juga melihat di daftar registrasi. Di sana dia menemukan anaknya. Ada pas photo putrinya, tetapi dia sudah tidak bekerja lagi di sana.
Imam Yakup tidak percaya. "Bisa kamu bilang siapa pemilik tempat kerja ini? Dapatkah saya berbicara dengannya?" tanyanya.
"Saya sendiri", jawab perempuan itu.
Sekarang Imam Yakup kelihatan lebih terkejut lagi.
"Siapa, Anda? Apakah Anda juga tujuh bulan yang lalu sebagai pemilik perusahaan ini?"
"Ya tentu. Apakah begitu aneh kelihatannya di sini? Maaf, tapi saya tidak bisa mengerti Anda."
Imam Yakup memandang istirnya. Gul mengerti bahwa dia tidak bisa lama lagi menutup-nutupi. Dia tidak berani membalas tatapan suaminya.
Imam Yakup berpaling kembali ke arah perempuan tadi dan bertanya, "Apakah Anda seorang Hajjah?"
Perempuan itu tidak dapat menahan ketawanya dan berkata, "Apakah saya seperti seorang Hajjah?"
Imam Yakup berlari ke luar. Dia baru mengerti bahwa istrinya telah berbohong. Dia tidak bisa percaya. Istrinya telah mengkhianatinya.
Dia tidak berbicara kepada istrinya. Mereka berjalan kembali ke rumah. Ketika mereka berada di dekat rumah, tiba-tiba Imam Yakup teringat dengan Tante Betus. Dia berjalan dengan langkah tegap ke rumah Tante Betus. Dia pencet bel pintu berturut-turut. Sebelumnya belum pernah ia melakukan seperti ini, karena ini bukan sebagaimana mestinya. Di Alquran tertulis bahwa kamu harus mengetuk sekali dan kemudian harus menungu sebentar. Jika tidak dibuka, kamu harus mengetuk kembali dan menunggu sejenak. Jika tidak juga dibuka, kamu harus mengetuk kembali dan menunggu kembali. Jika yang ketiga kali juga tidak dibuka maka kamu harus pergi.
"Siapa itu pagi-pagi begini?" Imam Yakup mendengar seseorang berteriak dari dalam.
Ketika pintu dibuka dengan keras, ia melihat putrinya berdiri. Sejenak dia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Haruskah ia memukul putrinya ataukah memeluknya? Apa yang terbaik menurut Islam? Dia tidak dapat berpikir jernih. Dia datang berhadapan dengan putrinya. Tanpa dapat mengucap kata sepatah pun perlahan ia berlutut.
Setelah beberapa menit dia mendekat dan sambil menangis bertanya, "Anakku sayang, apa yang sebenarnya kamu lakukan? Apakah kamu mau saya kena serangan jantung? Kenapa kamu tadi malam tidak pulang? Saya sudah bilang bawa kamu tidak boleh tidur di rumah orang lain. Ternyata kamu lakukan juga. Apakah kamu lakukan dengan sengaja? Apakah kamu memusuhiku? Katakanlah, di mana menguntungkan buatku? Lihat, saya mempunyai hampir cukup uang. Jika kamu mau, saya bisa membeli meubel dengan cara kredit. Apa yang masih harus saya lakukan untukmu, anakku sayang? Katakanlah sayang. Katakanlah, agar kamu tidak menyalahgunakan dukunganku?"Bersambung.