Problema Sehari-hari Dalam Pengasuhan II ini adalah kelanjutan dari tanya-jawab bersama Ibu Elly Risman pada TOL Salamaa tanggal 2 Mei 2007.
Pertanyaan 5 :
Tinggal di luar negeri seperti di Belanda ini, semua serba sendiri, tidak ada pembantu dan tidak ada yang bisa dititipi. Saya sering baca tentang teori-teori parenting yang menekankan pentingnya konsisten dan sabar dalam mengasuh anak, tentu juga dalam hal menegakan disiplin. Tapi seringnya saya kehabisan energi, capek mengurus rumah, bolak-balik antar-jemput anak-anak sekolah dan les, belanja, semua pakai sepeda (yang kalau angin lagi kencang, betul-betul menguras tenaga). Belum lagi saya juga butuh waktu untuk sesekali keluar dari rutinitas. Bagaimana mengatasi hal ini, supaya saya tetap bisa konsisten dan sabar dalam mendisiplinkan anak-anak, walaupun dalam kondisi capek, sakit dan lain-lain?
Jawab :
Kunci utama dari masalah ini adalah “be good to yourself”, artinya cukup makan dan cukup tidur. Jangan paksakan diri, kalau merasa capek, maka beristirahatlah. Pandai-pandai membagi waktu seefektif mungkin, sehingga masih cukup waktu untuk beristirahat. Bila kita cukup beristirahat, maka kitapun akan bisa lebih sabar menghadapi anak-anak kita.
Pertanyaan 6 :
Saya mempunyai 3 anak perempuan, anak ke 2 memiliki sifat cenderung tidak mandiri dari pada 2 orang anak lainnya. Ia pun cenderung cepat sedih atau menangis, jika permintaannya belum dikabulkan. Selain itu ia pun cenderung merasa takut bersama dengan orang-orang yang baru dikenalnya. Anak saya yang di TK sudah mulai senang meniru model-model putri Barbie, misalnya ber-make up, memakai baju putri2 dan asesoris lainnya. Sehingga pada suatu hari ia tidak mau memakai jilbab yang biasa dikenakannya setiap ke TK, karena ingin seperti teman-temannya dan putri-putri khayalannya. Apakah kondisi yang dialami anak saya ini adalah kondisi yang wajar atau harus ada yang diperbaiki? Saya ingin merasakan hubungan personal yang baik dengan ketiga anak saya, adakah cara-cara atau kiat-kiat dalam membangun kedekatan pribadi dengan setiap anak?
Jawab :
- Ada beberapa kemungkinan kenapa anak ke 2 seperti itu. Untuk anak tengah (kejepit), penanganannya harus hati-hati. Cari waktu yang baik untuk bertanya kepadanya kenapa dia berbuat begitu (selalu ingin ditolong), setelah tahu sebabnya, barulah kita membantunya sedikit demi sedikit untuk mandiri. Bila kita bicara dengan anak-anak, sebaiknya dilakukan secara terpisah. Bila si anak takut dengan orang asing, maka anggaplah itu suatu hal yang positif, karena anak yang terlalu ramah terhadap orang asing sangat berbahaya. Kita pun harus memberikan pengetahuan kepada anak, bagaimana membedakan antara orang asing, kerabat dan sahabat.
- Kondisi seperti ini adalah kondisi wajar, lebih baik kitapun memberikan sarana kepadanya seperti : memasangkan cermin yg setinggi tubuhnya, meminjamkan asesoris-asesoris kita yang sudah tidak dipakai dan lain-lain. Dengan bermain peran, artinya anak sedang memproyeksikan masa depannya.
- Biasakanlah memberikan/membagi waktu khusus terpisah buat anak-anak kita. Selalu ada saatnya kita hanya berdua saja dengan si sulung, atau si tengah dan atau hanya dengan si bungsu.
Pertanyaan 7 :
Seputar proses reintegrasi anak usia sekolah kembali ke Indonesia, untuk anak yang lahir di luar negeri. Bagaimana sebaiknya mempersiapkannya terutama mentalnya?
Jawab :
Pertama-tama ajarkan bahasa-bahasa yang harus/hendaknya mereka bisa, contohnya : menentukan dengan siapa anak berbahasa Indonesia (ayah atau ibu) dan dengan siapa berbicara dengan bahasa lainnya. Bila anak menguasai bahasa dimana mereka tinggal, maka merekapun akan mudah beradaptasi dan memperoleh kepercayaan diri.
Pertanyaan 8 :
Bagaimana melatih kecerdasan emosional anak?
Jawab :
Melatih kecerdasan emosional anak dengan cara :
a. Mendengarkan perasaannya dan menghargainya sebagai sesuatu yang normal.
b. Menanyakan perasaannya bila ia melihat kondisi yang dihadapi orang lain, misalnya orang sakit, orang miskin dan lain-lain.
Pertanyaan 9 :
Akhir-akhir ini sering terdengar kabar adanya anak-anak yang melakukan bunuh diri, ditinjau dari sudut psikologi kenapa mereka melakukan hal senekat itu?
Jawab :
Hal tersebut terjadi, karena orang tua tidak mau mendengarkan apa yang dirasakan anak. Orang tua tidak membaca bahasa tubuh anak, sehingga anak merasa ditolak perasaannya, komunikasi tidak bagus, disalahkan dan dibanding-bandingkan. Jadi kejadian itu adalah sesuatu yang wajar terjadi, bila anak tersebut memiliki orang tua yang tidak mendengar dan menghargai perasaannya.
Pertanyaan 10 :
Ada seorang ibu yang di masa kecilnya mengalami child abuse dan ketika dia menjadi ibu, dia sering berbuat kasar kepada anaknya secara tidak sadar. Dapatkah ia menjadi ibu yang baik tanpa dibayang-bayangi pengalaman masa kecilnya? Bagaimana cara menghilangkan traumanya?
Jawab :
Hal negatif tersebut bisa dihilangkan atau dikurangi dengan cara membangun kebiasaan-kebiasaan yang bertentangan dengan hal-hal negatif tersebut dan lakukan terapi pasca trauma.
Pertanyaan 11 :
Jika anak pertama dan kedua tidka pernah rukun, anak kedua dan ketiga rukun, anak pertama dan ketiga kadang-kadang rukun, apakah yang salah dan bagaimana cara kita menyelesaikannya? (anak pertama 10 th, kedua 7 th dan ketiga 4 th)
Jawab :
Prilaku anak-anak tersebut adalah hal yang wajar, karena otak mereka sedang tumbuh. Kita harus mencari tahu apa yang mereka pertentangkan dengan cara banyak mendengar, mengarahkan dan bersikap adil.
Pertanyaan 12 :
Usia anak saya 14 thn (anak tunggal), dia sering menolak tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bagaimana kita mengkomunikasikannya?
Jawab :
Kita harus duduk berbicara dengannya tentang apa yang dirasakannya dan apa yang diinginkannya serta berusaha memberikan pengertian kepadanya. Bila dia tetap tidak mau melakukan tanggung jawab yang diberikan kepadanya, maka kita harus tega membiarkan dia menanggung resikonya, karena setiap perbuatan pasti ada konsekuensinya.