>
Photobucket - Video and Image Hosting
:::Photobucket - Video and Image Hosting Selamat datang di Blog Salamaa :::
Home
About Us
Ceramah
Arsip



SILATURAHMISALAMA




Email salamaa05@yahoo.com
Gabung di Milist Salamaa

syukur2

flower
Jalani dengan Penuh Syukur (2)
Oleh: Endah - Den Haag

Babak baru dalam kehidupanku kembali kujalani. Dengan penuh suka cita, harap-harap cemas, bahagia dan do’a aku mencoba menjalaninya dengan penuh rasa tawaqal.

Hari-hari setelah menikah sangat menarik dan mengukir banyak cerita. Seminggu setelah kami menikah, suami langsung membawa aku pindah ke kamar kosnya, cukup besar untuk kami berdua dan tempatnya pun nyaman. Aku pun meninggalkan rumah orang tua dengan diiringi do’a dan restu mereka. Tinggal di kamar kos hanya berdua membuat kami banyak belajar untuk mengenal karakter dan kebiasaan masing-masing. Suamiku pun mendukung penuh niatku untuk mencari sekolah di luar negeri, meskipun kami sama-sama menyadari bahwa niat itu akan dapat memisahkan kami berdua untuk sementara waktu.

Saat itu suamiku masih berkutat dengan disertasinya, aku berusaha membantu apapun yang dapat aku lakukan, mengedit tulisannya, mengantarnya bertemu promotor, dll. Ah, betapa menyenangkan mengingat masa-masa penuh perjuangan itu, terasa nikmatnya kini. Kami menikmati hidup kami yang sederhana apa adanya. Di kantor kami jarang bertemu, kalaupun bertemu, dapat terlihat bahwa suamiku merasa agak risih atau sungkan berbicara berlama-lama dengan aku. Lucu, dia bilang dia malu untuk berakrab-akrab denganku di kantor, padahal kami sudah menikah.

Aku sempat memupus keinginan untuk sekolah di luar negeri, bahkan aku berpikir toh sama saja apakah itu sekolah di dalam atau di luar negeri, rasanya di Indonesia pun cukup berkualitas, hanya masalah geografis saja. Namun atasan dan suami mempunyai pikiran berbeda serta mengingatkan bahwa ada nilai lebih tersendiri bagi orang yang bersekolah di luar negeri, yakni pengayaan pengalaman hidup dan interaksi antara dosen dan siswa yang sangat baik. Beberapa kali mencoba aplikasi beasiswa, rupanya lagi-lagi Allah belum menentukan hal itu bagi aku, aku sempat merasa inilah akhir perjuangan aku mencari sekolah dan beasiswa.Teman-teman dan beberapa senior telah berangkat dan yang telah selesai menuntut ilmu pun kembali berdatangan, sementara itu aku merasa jenuh dengan pekerjaan. Aku merasa ada satu sisi dalam diri ini yang tidak berkembang jika terus menerus bekerja. Aku tidak suka merasa jenuh dan inferior—walaupun inferioritas itu mungkin hanya ada di dalam pikiranku sendiri.

Aku sempat beberapa kali meminta suami untuk membiayai sekolah di dalam negeri. ”Sudahlah, aku sekolah di sini saja, di UI almamaterku sendiri pun sudah bagus. Tolong ya Sayang, bayari uang kuliahku”, kataku setengah merajuk.

”Boleh, tapi kamu nggak boleh nyerah gitu donk”, tandas suamiku.

”Pokoknya tahun ajaran depan aku mau ambil formulir pendaftaran program master di UI”, tambahku lagi.

Hari berlalu sampai suatu saat aku menerima kabar via telepon untuk melakukan proses wawancara sebuah beasiswa yang semula sudah tidak terpikir lagi kansnya olehku. Kami sudah menikah selama hampir satu setengah tahun saat itu, dan alhamdulillah suami telah berhasil menyelesaikan doktoralnya.

”Sayang, aku dapat panggilan untuk wawancara beasiswa”, laporku pada suami saat ia pulang dari kantor.

”Oya, kapan?”, balas suamiku tidak kalah antusias.

”Dua hari lagi sih. Aku harus bagaimana ya, menghadapi wawancara kali ini?”

Suamiku pun memberikan tips-tips untuk menjalani wawancara itu. Meskipun masih pada tahap wawancara kami sudah memikirkan beberapa strategi untuk ke depannya, khususnya menyangkut aku yang saat itu tengah hamil 5 bulan. Kami sepakat untuk menegaskan kepada pihak pemberi beasiswa bahwa aku tidak akan dapat berangkat sekolah di tahun tersebut karena jika aku memang diberikan beasiswa itu, pada saat aku akan berangkat, kandunganku akan memasuki bulan kesembilan, tentunya sangat tidak mungkin untuk berangkat ke negeri orang yang jauh. Aku harus meminta penundaan selama setidaknya satu tahun untuk melahirkan dan mengasuh anakku.

Aku sempat ragu, ”Lha wong, baru wawancara dan belum tahu seberapa besar kansnya koq sudah berani nawar begitu?”, ucapku pada suami.

”Lho, memang itu kan kenyataannya. Kamu sekarang memang sedang hamil, sehingga bagaimanapun kamu tidak akan dapat untuk bersekolah tahun ini. Tapi kita juga tidak boleh menyerah, harus tetap berupaya, dan memberikan kesan bahwa kamu memang qualified untuk beasiswa tersebut. Kita nggak boleh merasa inferior”, argumen suamiku.

Selama perjalanan aku banyak berdoa memohon kepada Allah SWT agar diberi ketenangan dan kelancaran dalam wawancara, dan semoga bule-bule itu bisa menerima kata-kataku.

Wawancara pertama dan kedua aku lalui tanpa ada kejelasan dari pihak sana, sementara itu teman-teman lain yang sama-sama diwawancara bersamaku sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk keberangkatan mereka. Aku berusaha untuk tawaqal dan berpikir positif, yang jelas aku sudah berusaha yang terbaik dan menjelaskan keadaanku. Sempat terasa berat, dan muncul angan-angan, ”Barangkali kalau saja saat itu aku tidak sedang hamil, aku sudah mendapat beasiswa dan berangkat sekolah.”

”Astagfirullahaladzim...”, segera kuhapus lontaran itu dari dalam hatiku, itu sama saja artinya tidak mensyukuri berkah dan amanah yang Allah berikan bagiku dan bagi kelurga kami dengan kehamilan ini. Aku pun beristigfar dan memohon diberi kesabaran dan rasa syukur pada Allah.

“Mungkin memang rezeki dan amanah yang Allah berikan padaku di tahun ini berupa anak. Inilah yang insyaAllah adalah amanah terbesar kami sebagai orang tua. Di tahun-tahun berikutnya pasti akan terus ada rezeki dan kemurahan Allah yang lain bagiku dan keluargaku”, ucapku untuk menyabarkan dan menguatkan hati.

Di bulan Oktober 2004, tepat 4 hari sebelum ulang tahunku yang ke-26 lahirlah anak pertama kami, seorang bayi laki-laki. Subhanallah, amanah Allah tersebut memiliki kesempurnaan fisik. Aku telah berniat sebelumnya untuk dapat menyusui anakku secara eksklusif. Kelahiran anakku dan cutinya aku dari pekerjaan membuat aku menjalani babak baru dalam kehidupan. Anakku sangat aktif dan membutuhkan banyak perhatian dari orang-orang di sekelilingnya. Waktu sehari semalam sebanyak 24 jam rasanya masih terasa kurang untuk mengasuh dan memberikan perhatian bagi anakku sekaligus mencoba menjalani aktivitasku yang lama.

Aku masih terus menikmati peran baruku sebagai Ibu, dan semakin lama aku kehilangan keinginan untuk kembali memasuki dunia kerja yang aku tinggalkan untuk sementara, mungkin aku telah sampai pada batas jenuhku. Sampai pada suatu saat, setelah menjalani banyak pertimbangan dan mengikuti beberapa perubahan yang terjadi, aku memutuskan untuk keluar dari kantorku. Keputusan ini pun didukung suamiku.

”Biarlah tak mengapa aku melepas rezeki yang satu ini, insyaAllah akan ada rezeki yang lainnya”, tukasku dalam hati. Pintu-pintu rezeki dari Allah masih akan selalu terbuka. Dapat selalu bersama anakku merupakan salah satu kebahagiaan yang tidak dapat aku bandingkan dengan bekerja di kantor. Aku sering merasa tidak tenang meninggalkannya terlalu lama di rumah, meskipun ia ditemani Ibuku yang dapat menjaganya dengan baik.

Berada di rumah tetap menyita banyak waktu dan pikiranku. Suamiku memberiku beberapa tugas untuk memeriksa jawaban ujian para mahasiswanya. Dengan begitu aku juga ikut belajar beberapa pelajaran penting dan dapat terus mengasah otakku. Di lain waktu suamiku memintaku untuk membuat kliping berita-berita dari koran mengenai beberapa topik yang dianggapnya penting dan bermanfaat.

Ketika tiba waktunya aku mengetahui bahwa penawaran beasiswa untuk bersekolah di Belanda kembali dibuka untuk tahun 2005, aku kembali teringat kisah lamaku. ”Bagaimana dengan nasibku tahun ini? Masihkah aku dapat melamar beasiswa dan melanjutkan niatku untuk bersekolah, sementara aku telah lebih banyak menghabiskan waktu di rumah? Masihkan aku dapat memperjuangkan kemungkinanku untuk kembali bersekolah? Namun bagaimana nanti dengan anakku?”, pertanyaan-pertanyaan itu bergulir di kepalaku.

Bersambung....


SalaMAA @ 8:01 PM








LINKS
Daftar Makanan Haram
Radio Minaara
Binaurrijal
KZIS
Eramuslim
Kafemuslimah
Republika
Ummi
Fahima-Jepang
Kharisma-Jerman
Masjid ITS




GALERI WORKSHOP

Ito
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing photos in a set called workshop salamaa | delft 2007. Make your own badge here.


Jesty
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing photos in a set called WS Elly. Make your own badge here.

Ferry
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing public photos from workshop_salamaa2007. Make your own badge here.

Cuplikan Video Workshop

BERITA CUACA


PREVIOUS POST


supkacang

novel4

borderij

niathijrah

salamaa21

calabacitas

syukur1

novel3

pantangan

ayamsrd


ARCHIVES
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
August 2007
September 2007
October 2007
November 2007
December 2007
April 2008
June 2008
August 2008
September 2008
July 2009
September 2009
January 2010
May 2010
June 2010
July 2010
December 2010

Supported by
Blogger
Blogskins

Free JavaScript from

IKLAN ANDA