>
Photobucket - Video and Image Hosting
:::Photobucket - Video and Image Hosting Selamat datang di Blog Salamaa :::
Home
About Us
Ceramah
Arsip



SILATURAHMISALAMA




Email salamaa05@yahoo.com
Gabung di Milist Salamaa

syukur1

flower
Jalani dengan Penuh Syukur
Oleh: Endah - Den Haag

Tidak pernah terpikir dengan serius bahwa aku akan berada di sini untuk belajar di negeri yang orang-orangnya beratus-ratus tahun yang lalu telah menjajah negeri aku Indonesia. Selepas lulus dari bangku kuliah kurang lebih 5 tahun yang lalu yang terpikir di benakku justru keinginan untuk menikah dan membina rumah tangga, mungkin memang agak aneh, sementara teman-teman aku lainnya dengan bersemangat berburu mencari pekerjaan tempat mengaplikasikan ilmu selama di bangku kuliah, aku malah berpikir akan lebih baik jika aku menikah dahulu barulah kemudian mencari pekerjaan.

Agak lucu juga, mengingat saat itu aku tidak mempunyai pacar, karena aku memang tidak menginginkannya saat itu. Yang aku inginkan adalah seorang laki-laki sebagai jodohku, pilihan terbaik dari Allah Ta’ala—biarlah tak mengapa mengidamkan dan meniatkan diri untuk menikah, aku merasa inilah saat terbaik bagiku di usia 22 tahun untuk menikah dan membina keluarga, entah dengan siapa belum lagi kuketahui.

Allah SWT Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hambanya, meskipun kita sebagai manusia mungkin belum memahami sepenuhnya mengapa ini yang ditetapkan Allah pada diri kita. Niatku untuk menikah saat itu sepertinya masih belum mendapat izin dari Allah SWT, Allah memberikan jalan lagi bagiku di saat itu. Justru kemudian aku ditawari seorang sahabat untuk sama-sama melamar pekerjaan di sebuah lembaga penelitian yang masih berada di dalam lingkungan almamaterku.

Sempat kutolak, “Nggak deh, kerja di sana sama saja nggak nambah pergaulan, orang-orangnya itu-itu semua.”, jawabku atas tawaran sang sahabat.

“Nggak juga koq, malah enak jadinya kita sudah lebih kenal dengan lingkungan. Nggak perlu susah-susah lagi menyesuaikan diri.”, bantah temanku.

“Ayolah, kita sama-sama melamar kerja di sana, nggak ada salahnya kan? Temani aku deh, masukkan lamaran aja masa’ nggak mau?”, tambahnya lagi sambil berusaha membujukku.

Memang, karena masih berada di lingkungan kampus almamaterku, lembaga tersebut terdiri dari orang-orang yang selama ini aku kenal sebagai dosen-dosen dan para senior di kampus, dan kupikir justru ini akan membuat aku bosan. Namun keinginan untuk tidak mengecewakan teman membuatku ikut-ikutan memasukkan surat lamaran, jadilah kami berdua memasukkan surat lamaran. Beberapa minggu kemudian kami mendapat panggilan wawancara, dan akhirnya setelah melalui beberapa proses kami berdua pun diterima bekerja pada lembaga penelitian bidang ekonomi sosial tersebut. Ada tiga orang yang diterima bekerja saat itu. Aku pun cukup terkejut akan kabar ini, sebab mulanya aku memang tidak terlalu berharap dan antusias.

”Ya Allah..., rupanya inilah jalan hidupku yang kau pilihkan jadi yang terbaik untukku.”, gumamku dalam hati saat berusaha memaknai semuanya.

Bekerja pada lembaga penelitian melatih aku mengaplikasi pengetahuan semasa kuliah. Lingkungan kami yang masih berada di kampus rasanya membuat jiwa terbawa tetap muda. Aku pun sempat dikenakan ”kewajiban” bekerja sebagai asisten dosen di almamater karena status aku sebagai seorang peneliti. Groginya tidak menentu, aku yang tidak terlalu ramai dalam berbicara ini harus mengajar, sempat terpikir untuk menolak.

Namun, ”Apakah aku berani meninggalkan amanah tersebut?”, tukasku dalam hati. Setelah kupikir-kupikir, akhirnya aku memberanikan diri, bagaimanapun aku harus mencoba dan menerima tugas tersebut.

Melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi menjadi perhatian dan hal yang penting, baik bagi lembaga maupun diriku pribadi. Aku pun mulai rajin membuka-buka situs sekolah-sekolah yang menyediakan jejang pendidikan master di luar negeri, mencari para tetua kampus untuk meminta rekomendasi, serta memasukkan lamaran beasiswa dan sekolah. Bertumpuk-tumpuk kertas yang aku print untuk berpuluh informasi sekolah dan beasiswa. Prospektus kampus mengalir ke rumah dan kantor, semangat sekali aku waktu itu untuk mengejar beasiswa dan kesempatan belajar di luar negeri. Bayangan betapa nikmat dan serunya mengecap pendidikan dan kehidupan di luar negeri begitu menggoda aku.

Hampir satu tahun setengah aku berkutat dengan pekerjaan kantor serta tugas mengajar. Aku sendiri hanya diberikan kesempatan mengajar di almamaterku selama dua semester, hal ini dikarenakan pergantian tugas dengan asisten-asisten yang baru dan diharapkan menjadi pemacu untukku melanjutkan pendidikan. Selama itu pula niat dan keinginanku untuk menikah sedikit terlupakan. ”Ya Allah, aku yakin jika Engkau telah menetapkan jodoh terbaik untukku, maka sabarkan dan yakinkanlah hati ini Wahai Rabb...”, do’a itu adakalanya terucap di hatiku.

Di tengah-tengah kesibukan bekerja di kantor, seorang senior di kantor mengucapkan lamarannya pada aku di suatu siang saat aku sedang bertugas di sebuah kota di Sulawesi Selatan. Agak kaget hati aku walaupun entah mengapa rasa berbunga-bunga itu dengan anehnya muncul dan menghangatkan hati aku. Kami memang bukan teman dekat, aku selalu menghindar darinya—mungkin disebabkan aku tahu bahwa aku dapat menjadi tergoda—namun hatiku tahu bahwa orang tersebut baik dan aku pun mungkin ingin bersamanya. Rupanya penghindaranku dimengerti oleh laki-laki itu dan ia sepertinya menangkap pesan aku bahwa aku tidak ingin menjalin hubungan seperti dua orang yang berpacaran, aku ingin berproses untuk menuju pernikahan.

Kami menjalani proses perkenalan selama tiga bulan dan di akhir bulan keempat kami menikah. Laki-laki itu seorang perantau dari Tanah Bugis, tempat di mana ”nenek moyang” kita yang katanya orang pelaut itu berasal. Laki-laki yang menurut aku cukup baik dalam menjaga kata-kata dan perbuatannya, sederhana, merupakan salah satu staf kantor yang mendapat julukan ”staf terbaik” dari seorang bapak pegawai yang telah 27 bekerja di lembaga kami. Akidahnya cukup kuat dan tutur kata serta perilakunya cukup terjaga. Ya Allah, aku merasa bahagia menerima ucapan lamarannya, aku merasa inilah saatnya di mana Allah telah menetapkan jodoh bagi aku, aku tidak menemukan alasan kuat untuk berkata tidak.

”Bismillah, Ya Allah... bimbinglah kami untuk menjalani sunnah Rasul-Mu”, do’aku dan kuminta pula suamiku berdo’a dan membersihkan niat kami.

Babak baru dalam kehidupanku kembali kujalani. Dengan penuh suka cita, harap-harap cemas, bahagia dan do’a aku mencoba menjalaninya dengan penuh rasa tawaqal.

Bersambung...


SalaMAA @ 8:03 PM








LINKS
Daftar Makanan Haram
Radio Minaara
Binaurrijal
KZIS
Eramuslim
Kafemuslimah
Republika
Ummi
Fahima-Jepang
Kharisma-Jerman
Masjid ITS




GALERI WORKSHOP

Ito
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing photos in a set called workshop salamaa | delft 2007. Make your own badge here.


Jesty
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing photos in a set called WS Elly. Make your own badge here.

Ferry
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing public photos from workshop_salamaa2007. Make your own badge here.

Cuplikan Video Workshop

BERITA CUACA


PREVIOUS POST


novel3

pantangan

ayamsrd

kanker

baik

salamaa20

malu

idol

martabakmanis

pantun


ARCHIVES
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
August 2007
September 2007
October 2007
November 2007
December 2007
April 2008
June 2008
August 2008
September 2008
July 2009
September 2009
January 2010
May 2010
June 2010
July 2010
December 2010

Supported by
Blogger
Blogskins

Free JavaScript from

IKLAN ANDA