>
Photobucket - Video and Image Hosting
:::Photobucket - Video and Image Hosting Selamat datang di Blog Salamaa :::
Home
About Us
Ceramah
Arsip



SILATURAHMISALAMA




Email salamaa05@yahoo.com
Gabung di Milist Salamaa

Kepala Ikan Salmon

Oleh: Nopatakari Lahamid-Rijswijk

herry2 10 Mei 2006, tiga hari sebelum kedatangan tamu, seorang teman yang ingin menulis tentang makanan khas Indonesia yang akan dijadikan sebagai salah satu program penyajian dengan judul "80 Meals Around the World". Weblog yang dikelolanya ini berkreasi untuk menampilkan berbagai jenis makanan dari seluruh dunia yang dapat ditemui di negeri Belanda. Kebetulan aku menjadi salah satu model untuk penyajiannya itu.

Aku memutuskan untuk masak yang sedikit istimewa, dengan arti kata lain daripada biasanya. Selama ini kutahu ia seorang vegetarian, artinya dia tidak memakan yang berbau daging atau berdarah. Di luar dugaanku ia mengatakan padaku via telpon bahwa ia mulai memakan daging dan apa saja asal enak, katanya. Akupun merasa senang dan tidak perlu lagi harus memilih makanan khusus dengan memasak dua macam makanan yang berbeda sebagaimana beberapa waktu yang lalu, pikirku. Aku akan cari-cari apa yang enak dan belum biasa kusajikan untuk tamu, khususnya orang-orang Belanda dan orang Eropa.

Walaupun cuaca masih dingin siang itu, namun mentari tak segan-segan menampakkan wajahnya dengan bangga hingga menambah kesegaran udara yang beberapa hari belakangan ini kurang bersahabat. Hujan dan awan tebal pun ikut berperan dalam membentuk suasana kurang menyenangkan. Untunglah Rabu ini aku masih dapat menikmati keindahan alam yang membentang luas, langit kelihatan terang tanpa awan yang melintas di bawahnya. Sambil mengayuh sepedaku ke Haagse Markt, Den Haag, aku menghirup udara dalam-dalam dengan perlahan melewati paru-paruku meresap hingga terasa longgar di dada. Alangkah Maha Agungnya Allah SWT dengan benda-benda ciptaan-Nya ini, gumamku dalam hati. Tak terasa akupun hampir sampai di lokasi yang aku tuju dan terus mengayuh hingga ketempat parkir sepeda.

Sambil berjalan-jalan mengelilingi pasar aku melihat-lihat dan bertanya-tanya dalam hati. Apa kira-kira yang akan aku masak untuk hari itu? Kecuali makanan yang sudah biasa seperti rendang daging sapi, ayam masak kecap dan sayuran. Aku terus berjalan lalu berbelok ke arah tempat di mana biasanya banyak ikan segar berbagai jenis, hingga akupun tak tahu mana yang harus aku pilih. Tak terduga mataku tertuju lurus menatap beberapa baskom yang berisi bermacam jenis ikan, udang, kepiting dan makanan laut lainnya termasuk kepala ikan Salmon yang besar-besar yang masih segar. Benakku langsung bekerja, aku ingin masak ikan ala kampungku yaitu "Nasu Cempa" resep dari ibu yang didapat dari turun temurun orang asli Bugis Bone. Tanpa ragu akupun mendekatinya dan menanyakan berapa harga kepala ikan tersebut sambil memegang baskom yang berisi kepala ikan.

Aku melihat seorang ibu yang sudah berumur lebih kurang tujuh puluh tahun. Dia orang Belanda asli yang juga ingin membeli ikan. Ia memilih dua ekor ikan yang sedang ukurannya sambil berkata pada penjual, "Tolong dibersihkan", dengan bahasa yang cukup sopan.

Si penjual kembali bertanya, "Kepalanya dibuang?"

Dan si ibu langsung menjawab, "Tentu saja, masa’ saya hendak makan kepala ikan" serunya.

Aku yang tepat berdiri di sampingnya melirik dan tersenyum dengan baskom di tangan yang berisi penuh dengan kepala ikan Salmon.

Lalu aku berkata, "Tolong ini dibungkus ya Pak!" kataku dengan yakin namun santai. Aku melihat di wajah si ibu terpancar keheranan dan mengerutkan keningnya sambil menatap wajahku. Tak henti-hentinya ia melirik dan melihatku dengan seksama hingga ikan yang dipesannya selesai didibersihkan tanpa kepala.

Aku tetap saja tenang dan senyum padanya, "Dag, Mevrouw…."

Namun ia tetap dengan ramah menegurnya karena aku tak memberikan reaksi aneh atau canggung, malah sebaliknya ia menjadi salah tingkah. Aku yakin ia ingin bertanya untuk apa aku membeli kepala ikan sebanyak itu, yang kira-kira lebih dari sepuluh potong jumlahnya. Hatinya merasa ragu-ragu dan berlalu namun beberapa kali menoleh ke belakang dan menatapku. Aku bertingkah seperti orang yang tidak mengetahui situasi bahkan berpura-pura tidak memperhatikan tingkah lakunya.

Hatiku tertawa geli, "Yah, tentu saja heran kamu kan tidak tahu mana yang enak", batinku. Dasar Belanda, tahunya cuma daging ikan, sedangkan kalau yang namanya bertulang atau aneh selalu dipandang miring.

Kuketahui juga dari keluarga suami yang Belanda asli bahwa mereka tidak pernah di ajarkan makan selain daging ikan. Bahkan Bapak mertuaku pun hampir-hampir tidak pernah makan ikan, karena takut ketulangan dan bau khas ikan yang tidak disukainya. Jadi aku semakin yakin bahwa ada yang aneh dalam pandangan mereka (orang-orang Belanda pada umumnya). Tak lain tak bukan sesuatu itu selalu ada persamaan dan perbedaannya, sepengetahuanku. Apalagi jika kita berbicara soal budaya dan kebiasaan.

Di keluargaku kepala ikan merupakan makanan bernilai tinggi dan berkelas, tentu saja ikan-ikan yang besar dan enak serta harganya termasuk mahal dalam jangkauan kantong orang Indonesia pada umumnya. Terutama bagi orang Bugis yang terbiasa makan ikan sedari kecil, bertulang itu soal biasa. Karena semua ikan umumnya bertulang, kalau tidak bertulang bukan ikan namanya, kata orang tuaku. Sementara di Belanda tulang ikan, isi perut, dan kepala itu merupakan makanan yang dibuang atau hanya untuk hewan. Jadi siapa yang makan selain daging ikan dianggap sama dengan hewan. Keterlaluan memang, tapi apa hendak dikata, setiap tempat mempunyai cara dan tradisi sendiri-sendiri. Bak kata pepatah, "Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain belalang ".

Itulah yang terkadang menjadi salah satu kesenjangan dalam masayarakat yang multi kompleks ini. Kita dituntut untuk saling menghargai budaya dan kebiasaan setiap individu selama tidak mengakibatkan dan menimbulkan kerusakan atau menyakiti satu sama lainnya. Tapi itu sulit untuk dilaksanakan dan buktikan dalam kehidupan bermasyarakat yang berlatar belakang sangat berbeda dalam segala hal, khususnya "budaya dan kebiasaan". Akhirnya kita kembali lagi ke Yang Kuasa. Beragam-ragam suku, bahasa, bangsa, budaya dan ada istiadat di muka bumi ini, namun segala sesuatunya merupakan bukti dari Keagungan Allahu Rabbi, Sang Pencipta. Baik atu buruknya suatu penilaian itu tergantung dari sudut mana kita memandang sesuatu. Latar belakang kehidupan seseorang juga merupakan dasar tolak ukur untuk memberi penilaian. Semoga kita termasuk orang yang bersyukur dan orang-orang yang berpikir. Aamien.


SalaMAA @ 1:13 PM








LINKS
Daftar Makanan Haram
Radio Minaara
Binaurrijal
KZIS
Eramuslim
Kafemuslimah
Republika
Ummi
Fahima-Jepang
Kharisma-Jerman
Masjid ITS




GALERI WORKSHOP

Ito
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing photos in a set called workshop salamaa | delft 2007. Make your own badge here.


Jesty
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing photos in a set called WS Elly. Make your own badge here.

Ferry
www.flickr.com
This is a Flickr badge showing public photos from workshop_salamaa2007. Make your own badge here.

Cuplikan Video Workshop

BERITA CUACA


PREVIOUS POST


salamaa25

nasihat

bapel

osik

klompen

bintang

ht

jujur

salamaa24

hay


ARCHIVES
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
August 2007
September 2007
October 2007
November 2007
December 2007
April 2008
June 2008
August 2008
September 2008
July 2009
September 2009
January 2010
May 2010
June 2010
July 2010
December 2010

Supported by
Blogger
Blogskins

Free JavaScript from

IKLAN ANDA