Pengaturan Keuangan Keluarga
Uang seringkali menjadi penyebab terjadinya perceraian. Perselisihan mengenai keuangan bisa saja terjadi disaat kekurangan uang. Masyarakat Indonesia merasa risih bila harus membicarakan masalah keuangan dalam keluarga.Banyak orang merasa bahwa membicarakan keuangan dalam keluarga adalah tabu. Namun, hal ini malah seharusnya dibicarakan.
Berikut ini ada tiga tipe pengelolaan yang bisa Anda pilih sesuai keinginan anda bersama pasangan anda. Tentunya masih banyak lagi pola pengelolaan yang ada. Hal terpenting disini adalah saling keterbukaan serta menjalani kehidupan keluarga dengan tanggung jawab bersama.
1. Uang bersama dan sistem amplopPenghasilan suami istri langsung digabung bersama. Setekah itu, gabungan kedua pendapatan langsung dialokasikan ke pos-pos pengeluaran rutin yang telah dihitung lebih dulu. Lazimnya, setiap pos diwakili oleh satu amplop. Pos-pos pengeluaran itu, pada beberapa keluarga, bukan saja kebutuhan rumah tangga makan minum, dan listrik saja, tapi juga termasuk membayar kredit rumah, cicilan mobil, telepon, uang sekolah anak, asuransi dan kebutuhan mobil (bensin, servis berkala, kerusakan, dan lain-lain). Bahkan tabungan, pengeluaran pribadi ayah-ibu dan liburan pun jadi amplop tersendiri. Bila ada sisa, dimasukkan ke dalam tabungan suami atau istri, atau khusus membuka lagi account bersama di bank untuk menampung sisa amplop setiap bulannya.
2. Membagi berdasar prosentaseBentuk manajemen ini adalah membagi tanggung jawab dalam bentuk jumlah atau prosentase. Seluruh kebutuhan keluarga setiap bulan dihitung termasuk pos darurat dan pos tabungan. Masing-masing sepakat menyumbang sebesar jumlah tertentu untuk menutupi kebutuhan tersebut. Sisanya digunakan sebagai tabungan pribadi untuk kebutuhan pribadi. Misalnya, istri membeli parfum, lipstik, atau baju. Bisa juga tanpa dihitung kebutuhan keluarga terlebih dahulu, suami-istri memberi kontribusi yang sama berdasarkan prosentase. Misalnya 80:20. Artinya, masing-masing menyetor 80 persen dari gajinya.
Sisanya 20 persen disimpan untuk diri sendiri. Jika bisa berhemat, dari uang bersama yang 80 persen, bisa tersisa untuk tabungan keluarga, disamping suami dan istri juga masing-masing punya tabungan pribadi.
3. Membagi Tanggung JawabMisalnya, suami mengeluarkan biaya untuk urusan berat, seperti membayar kredit rumah, cicilan mobil, listrik, telepon, uang sekolah anak, kebutuhan mobil dan asuransi. Sementara bagian istri adalah belanja logistik bulanan, pernak-pernik rumah, jajan, dan liburan akhir pekan dan pos tabungan. Dilihat dari jumlahnya, suami menanggung lebih banyak dana. Tapi istri juga punya peranan dalam kontribusi dana rumah tangga. Kalau ternyata istri yang memiliki pendapatan yang lebih besar, tentunya hal ini bisa dilakukan sebaliknya.
Mana yang terbaik? Hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan dan tentunya kesepakatan antara suami dan istri. diskusikan hal ini dengan pasangan masing-masing, agar persoalan keuangan keluarga buka lagi menajdi masalah dalam keluarga.
Kalau istri tidak bekerja, Bagaimana?Ketiga contoh diatas merupakan pola alokasi dari pendapatan suami dan istri. Dimana suami dan istri bekerja dan menghasilkan pendapatan secara regular setiap bulannya. Bagaimana pula bila hanya suami atau istri yang bekerja? Sedangkan pasangan yang lainnya tinggal di rumah?
Bila hal ini yang menjadi pola keuangan di keluarga anda, tentunya akan sangat baik bila anda dan pasangan anda membicarakan tugas serta tanggung jawab masing-masing. Mungkin anda sebagai suami karena bekerja, yang berusaha memenuhi semua kebutuhan keluarga. Sedangkan istri yang tinggal di rumah
bertanggung jawab dalam hal rumah tangga, mulai dari persoalan belanja reguler bulanan sampai alokasi tabungan (dari pendapatan suami) untuk berbagai macam tujuan keuangan keluarga yang dimiliki. Dalam hal ini istri harusnya seperti manajer dalam sebuah perusahaan.
sumber: ruangkeluarga.com
SalaMAA @
11:37 PM