Diskriminasi Anak di Belanda Oleh: Dessy – Den Haag
Kekerasan pada anak di sekolah (children bullying) cukup menjadi masalah yang memprihatinkan di Indonesia, salah satunya perkelahian pelajar. Akan tetapi masalah itu juga telah menjadi isu sentral di negara-negara barat, termasuk Belanda, padahal sistem pendidikan sekolah disini terbilang sangat baik.
Ras dan Etnis Meskipun Belanda dikenal sebagai negara liberal, akan tetapi isu-isu ras dan etnis memberikan dampak yang sangat terasa tidak terkecuali terhadap anak-anak. Ras dan etnis inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya kekerasan di sekolah di Belanda. Anak-anak etnis minoritas yang tidak lahir di Belanda sering menjadi korban dan harus menerima ejekan dan pengasingan, yang tidak pernah terjadi pada anak-anak asing yang lahir di Belanda. Anak-anak asing yang berbahasa Belanda secara native sedikit menghadapi masalah sosial dibanding anak-anak Turki, Maroko dan Suriname yang pendatang.
Secara keseluruhan minoritas anak di Belanda kesulitan berbahasa Belanda dibanding anak-anak asing yang lahir di Belanda. Anak-anak ini kadang-kadang menerima pendidikan dengan kualitas yang rendah dan banyak yang drop out dibanding kelompok-kelpompok mayoritas. Anak-anak dari kelompok minoritas tidak sekolah sampai ke tingkat pendidikan pertama seperti yang biasanya berlaku bagi anak-anak Belanda. Suatu penelitian memperlihatkan bahwa pengetahuan tentang Budaya Belanda dan bahasanya menjadi faktor penentu apakah seorang anak akan sukses di masa depannya. Anak yang tidak tahu Budaya dan bahasa Belanda tidak akan sukses seperti anak-anak yang tahu lebih banyak.
Kekerasan di Sekolah Anak-anak yang bersekolah di Belanda umumnya adalah anak-anak yang berasal dari latar belakang ras yang berbeda. Ini merupakan pemicu terjadinya kekerasan di sekolah yang pada akhirnya menjadi masalah sosial diantara murid. Tidak semua anak di Belanda menghadapi diskriminasi di sekolah, akan tetapi masalah ini masih tetap ada. Ada 3 faktor penyebab kekerasan di sekolah: yaitu Orang tua, Usia dan Jenis Kelamin serta Kelas sosial
Orang tua Beberapa orang tua seringkali tidak tertarik dengan apa yang anak-anak mereka lakukan sedangkan anak-anak mempunyai banyak waktu luang tanpa ada pengawasan dari orang dewasa. Orang tua seringkali tidak tahu kemana anak-anak mereka pergi atau dengan siapa anak-anak mereka bermain. Padahal interaksi antara orang tua dan anak merupakan hubungan yang utama bagi perkembangan anak.
Sebelum orang tua menyekolahkan anak-anak mereka, roang tua seharusnya mengajarkan hal-hal penting yang dapat mengantarkan anak-anaknya supaya menjadi sukses di sekolah dan kehidupannya. Orang tua perlu meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak-anak di rumah sebelum mereka melepas anak-anaknya ke lingkungan bersama anak-anak lainnya. Pendidikan anak-anak selama di rumah itulah yang akan memberikan dampak yang besar saat anak-anak berada diantara teman-temannya saat mereka berada di tengah-tengah banyak anak lain seperti di sekolah. Perilaku anak-anak yang melakukan kekerasan di sekolah terhadap teman-temannya merupakan refleksi dari keterabaian mereka dari orang tuanya atau orang tua yang melakukan kekejaman, atau yang sering memeberikan hukuman fisik kepada anaknya.
Usia dan Jenis Kelamin Kekerasan di sekolah tampaknya telah menjadi sesuatu yang biasa dan trend diantara anak-anak muda, dimana hal ini tidak menjadi isu populer di kelompok anak-anak yang lebih dewasa usianya. Kekerasan di sekolah di Belanda sering dilakukan oleh anak laki-laki dibanding anak perempuan. Secara umum, anak laki-laki memiliki karakter agresif untuk menjadi pusat perhatian. Anak laki-laki yang melakukan kekerasan di sekolah cenderung lebih kuat secara fisik, percaya diri, dan memiliki perilaku kasar. Anak perempuan cenderung lemah dan tidak kasar.
Kelas Sosial Kelas sosial juga memberikan dampak bagaimana anak berperilaku diantara teman-teman kelompoknya. Anak-anak yang berasal dari keluarga ekonomi bawah secara umum akan memiliki masalah dibanding anak yang berasal dari keluarga kaya. Perbedaan kelas sosial ini sering terlihat di kalangan anak-anak. Anak-anak yang menjadi korban kekerasan di sekolah seringkali kehilangan rasa percaya diri dan mempunyai posisi yang lemah dalam hirarki sosial.
ARCHIVES
January 2005
February 2005
March 2005
April 2005
May 2005
June 2005
July 2005
August 2005
September 2005
October 2005
November 2005
December 2005
January 2006
February 2006
March 2006
April 2006
May 2006
June 2006
July 2006
August 2006
September 2006
October 2006
January 2007
February 2007
March 2007
April 2007
May 2007
June 2007
July 2007
August 2007
September 2007
October 2007
November 2007
December 2007
April 2008
June 2008
August 2008
September 2008
July 2009
September 2009
January 2010
May 2010
June 2010
July 2010
December 2010